Kamis, 31 Mei 2012


PERKEMBANGAN ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DAERAH DI INDONESIA
PAPER
Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu
Tugas Individu Mata Kuliah Administrasi Pemerintahan Daerah
FISIP BARU

Disusun Oleh :
Eva Faizatul Arofah

Prodi Ilmu Administrasi Negara
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
2012
Administrasi Pemerintahan Daerah Setelah Kemerdekaan
4.  Administrasi Pemerintahan dalam Waktu Kedua Berlakunya UUD 1945
Pada tanggal 5 juli 1959 presiden mengeluarkan Dekrit yang secara garis besar berisi:
1.      Menetapkan pembubaran konstituante
2.      Menetapkan UUD 1945 berlaku lagi dan menetapkan tidak berlakunya UUDS 1950
3.      Pembentukan majelis permusyawaratan rakyat sementara (MPRS) dan dewan pertimbangan agung sementara (DPAS)
            Dalam perkembangannya pemerintah mengeluarkan penetapan presiden no.6 tahun 1959 tentang pemerintah daerah dan penetapan presiden no.5 tahun 1960 tentang DPRD gotong royong dan sekretariat daerah yang pada garis besarnya berisi antara lain:
1.      Pimpinan pemerintah dearah secara manunggal (tidak dualistis) yakni menempatkan kepala daerah sebagai alat pemerintah pusat dan pemerintah daerah sekaligus. Kepala daerah diberi kewenangan untuk mengawasi penyelenggaraan pemerintahan didaerah dan kepala daerah tidak bertanggung jawab kepada DPRD tetapi kepada pemerintah pusat.
2.      Dibentuk DPRD disetiap pemerintahan daerah yang anggotanya terdiri dari wakil-wakil partai politik dan golongan karya dengan komponen-komponen yang terdiri dari: ABRI,VETERAN, ULAMA, dan kelompok-kelompok keahlian berdasarkan profesi.
3.      Ketua DPRG adalah kepala daerah. DPRGR dalam mengambil keputusan berdasarkan musyawarah dengan suara bulat dan jika tidak berhasil maka dikembangkan kepada kepala daerah untuk diputuskan.
4.      Pada setiap pemerintahan daerah dibentuk badan penasehat dan bertanggung jawab kepada daerah. Merupakan pengganti peran DPD dari UU no.I/1957.
5.      Adanya kehendak yang menjunjung tinggi kepentingan nasional dengan tetap menjaga kestabilan pemerintahan daerah.

a.      Undang-Undang No. 18 Tahun 1965
            Pada pertengahan decade 1960-an telah timbul tuntutan yang semakin kuat untuk merevisi sistem pemerintahan daerah agar sejalan dengan semangat demokrasi terpimpin dan naskom, yaitu konsep politik yang dikeluarkan oleh presiden seokarno partai nasionalis, agama dan komunis. UU ini mencabut peraturan perundang-undangan sebelumnya yaitu UU no. 1/1957; penetapan presiden no. 6/1959 dan no. 5/1960. Menurut UU ini wilayah RI terbagi habis dalam daerah-daerah yang berhak mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri dan tersusun dalam 3 (tiga) tingkatan yaitu:
1.      Provinsi atau kotaraya sebagai daerah tingkat 1
Kotaraya adalah ibukota Negara RI Jakarta sebagaimana ditetapkan dalam UU no. 10/1964 tentang ibukota RI.
2.      Kabupaten atau kotamadya sebagai daerah tingkat II
3.      Kecamatan atau kotapraja sebagai daerah tingkat III
Yang dimaksud desapraja adalah “kesatuan-kesatuan masyarakat hukum yang tertentu batas-batas daerahnya, berhak mengurus rumah tangganya sendiri, memilih pengurusnya dan mempunyai harta benda sendiri.
Pemerintahan daerah terdiri dari kepala daerah dan DPRD. Dalam menjalankan pemerintahan sehari-hari kepala daerah dibantu oleh wakil kepala daerah dan badan pemerintahan harian.
Menurut UU ini kepala daerah diangkat dan diberhentikan oleh:
1.      Presiden bagi daerah tingkat I
2.      Mendagri dengan persetujuan presiden bagi daerah tingkat II
3.      Kepala daerah tingkat I dengan persetujuan mendagri bagi daerah tingkat III yang ada dalam daerah tingkat I
            Kepala daerah mempunyai 2 fungsi yaitu sebagai alat pemerintah pusat dan daerah. Sebagai alat pemerintah pusat kepala daerah mempunyai fungsi antara lain:
1.      Memegang pimpinan kebijaksanaan politik polisionil dalam pemerintahan daerahnya
2.      Mengkoordinasikan kegiatan instansi-instansi pemerintah pusat di daerah dan antara instansi-instansi tersebut dengan pemerintahan daerah
3.      Melakukan pengawasan atas jalannya pemerintahan daerah
            Sebagai alat pemerintah daerah kepala daerah memimpin pelaksanaan kekuasaan eksekutif pemerintahan daerah baik dibidang urusan rumah tangga daerah maupun tugas pembantuan.
            Penyelenggaraan administrasi yang berhubungan dengan seluruh tugas pemerintahan daerah dilakukan oleh sektetariat daerah, yang dipimpin oleh seorang sekda. Sekda adalah pegawai daerah baik dalam kedudukannya sebagai alat pemerintahan pusat dan daerah, juga merupakan sekretaris DPRD serta bertugas pula membantu anggota-anggota badan pemerintah harian.
Undang-Undang nomor 18 tahun 1965 adalah sebagai berikut:
1.      Tidak banyak mengalami perubahan dari UU sebelumnya. Pemerintah daerah terdiri dari kepala daerah dan DPRD
2.      Kepala daerah bukan lagi ketua DPRD mereka tidak diijinkan menjadi anggota partai politik politik
3.      Secara structural terdapat tiga tingkatan pemerintah daerah otonom, yaitu: provinsi, kabupaten /kotamadya, dan kecamatan
4.      Otonomi tetap seluas-luasnya sesuai dengan kemampuan daerah
5.      Asas desentralisasi dan dekonsentrasi tetap dijalankan hanya saja dekonsentrasi sebagai pelengkap, dan desentralisasi menjadi titik berat dalam penyelenggaraan pemerintahan di daerah

b.       Undang-Undang No.5 Tahun 1974 Tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah
      Pada tanggal 23 juli tahun 1974, undang-undang nomor 5 tahun 1974 tentang pokok-pokok pemerintahan didaerah disyahkan untuk mengoreksi dan menggantikan undang-undang nomor 18 tahun 1965 yang dianggap tidak sesuai lagi dengan perkembangan keadaan masyarakat dan pemerintahan.
      Dalam penjelasan undang-undang ini dijelaskan bahwa undang-undang ini tidak semata-mata menyoroti masalah desentralisasi saja, akan tetapi undang-undang ini sekaligus menyoroti bersama-sama dengan secara tidak kalah pentingnya, dapat dikatakan lebih penting masalah dekonsentrasi, karena dekonsentrasi dan desentralisasi harus berjalan secara bergandengan dan tidak dapat dipisahkan. Dalam undang-undang ini juga masih jelas tampak pengaruh pemerintah pusat terhadap daerah. Penjelasan undang-undang dapat dilihat dari beberapa hal:

a.      Jenis dan Tingkat-Tingkat Daerah
            Undang-undang nomor 5 tahun 1974 sudah tidak memberikan dasar hukum bagi daerah-daerah istimewa, kecuali melanjutkan berlangsungnya daerah-daerah istimewa yang dibentuk berdasarkan undang-undang. Undang-undang ini secara tegas nenyebutkan adanya dua tingkat daerah otonom, yaitu daerah tingkat I dan daerah tingkat II.
            Eksistensi dari pada wilayah administratif sebagai pelaksanaan dekonsentrasi terdiri dari 3 tingkat, yaitu provinsi dan ibu kota Negara. Kabupaten dan kotamadya, dan kecamatan. Disamping itu dibuka kemungkinan dibentuknya kota adminitratif.

b.      Pemerintahan Daerah dan Kedudukan Kepala Daerah
            Undang-undang no.5 tahun 1974  secara tegas menyebutkan bahwa kepala daerah adalah pejabat Negara yang menjalankan tugas-tugas di bidang dekonsentrasi dan sebagai kepala eksekutif dalam bidang desentralisasi. Untuk kedua tugas ini kepala daerah bertanggung jawab kepada pemerintah pusat, sedangkan kepada dewan perwakilan rakyatdaerah, kepala daerah hanya memberikan keterangan pertanggungjawaban dalam bidang tugas pemerintahan daerah.
Tugas kepala daerah dalam bidang dekonsentrasi adalah sebagai berikut:
1.      Membina ketentraman dan ketertiban
2.      Melaksanakan usaha-usaha dalam pembinaan ideology Negara dan politik dalam negeri dan pembinaan kesatuan bangsa
3.      Menyelenggarakan koordinasi antara instansi-instansi vertical satu sama lain dan antara instansi vertical dan dinas-dinas daerah
4.      Membimbing dan mengawal penyelenggaraan pemerintahan daerah
5.      Mengawasi dan mengusahakan dilaksanakan peraturan-peraturan perundangan pemerintah pusat dan pemerintah daerh
6.      Melaksanakan tugas-tugas yang diberikan oleh pemerintah pusat
7.      Melaksanakan tugas-tugas yang belum diatur oleh suatu instansi

c.       Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 Tentang Pemerintahan Daerah
            Undang-undang nomor 22 tahun 1999 merupakan tonggak pelaksanaan desentralisasi di Indonesia. Melalui undang-undang ini, pemerintah telah melaksanakan kebijakan desentralisasi yang radikal dengan melimpahkan kewenangan penyelenggaraan urusan pemerintah ke pemerintah kabupaten/kota, kecuali urusan absolute milik pemerintah pusat. UU ini menempatkan DPRD sebagai lembaga legislatif daerah dengan kewenangan yang besar, termasuk untuk melakukan pemakzulan terhadap kepala daerah jika dinilai gagal mewujudkan kinerjanya.
            Undang-Undang ini mengundang 2 pemikiran besar, yaitu:
1.      Memberikan kewenangan yang luas kepada daerah untuk menjadi daerah otonom yang mandiri
2.      Penyelenggaraan otonomi daerah dilaksanakan atas prinsip-prinsip demokrasi, peran serta masyarakat, pemerataan dan keadilan
            Undang-Undang no. 22 tahun 1999 terdiri dari 16 bab, 17 bagian, 134 pasal dan 246 ayat. Filosofi dari undang-undang ini adalah keanekaragaman dalam kesatuan.
Terdapat 4 isu strategis dalam undang-undang ini, yaitu:
a.       Pembagian kekuasaan dan personalia pemerintahan
b.      Pembagian keuangan dan personalia Negara
c.       Penghormatan atas keanekaragaman daerah dalam mengakui kembali hak asal-usul desa
d.      Pemberdayaan masyarakat
            Dalam pembuatan kebijakan undang-undang no 22 menurut kaloh (2002:48) menekankan pada 3 faktor, yaitu:
a.      Memberdayakan masyarakat
b.      Menumbuhkan prakarsa dan kreatifitas
c.       Meningkatkan peran serta masyarakat secara aktif dan meningkatkan peran dan fungsi badan perwakilan rakyat daerah
Tujuan Otonomi Daerah
          Tujuan otonomi daerah menurut undang-undang no. 22 tahun 1999 adalah:
a.       Sebagai jawaban atas tantangan disintegrasi bangsa yang disebabkan oleh ketidakadilan yang dirasakan oleh daerah-daerah lain diluar pulau jawa
b.      Dimaksudkan untuk member kesempatan yang luas kepada daerah untuk membangun wiklayahnya sendiri sesuai dengan kekhasan potensi ekonomi yang dimilikinya sebagai bagian dalam upaya mensejahterakan masyarakat
c.       Pembagian dan pemanfaatan semua kekayaan alam yang dimiliki oleh daerah secara proporsional dan adil
d.      Bukan sekedar pembagian atau distribusi kewenangan tetapi mengharuskan adanya pemberian yang luas dan nyata kepada daerah
e.       Dilaksanakan dengan prinsip-prinsip demokrasi dengan melibatkan peran serta masyarakat
f.       Otonomi daerah merupakan wujud pengakuan terhadap keanekaragaman daerah
Keseluruhan isi dari undang-undang no. 22 tahun 1999, antara lain:
a.       Pemberian kewenangan kepada daerah bersifat pengakuan, bukan pengaturan
b.      DPRD berkedudukan sejajar dengan kepala daerah, dalam kenyataan politisnya lebih kuat, karena DPRD dapat mengusulkan pemberhentian kepala daerah, namun kepala daerah tidak dapat membubarkan DPRD
c.       Organisasi pemerintahan daerah dibuat luwes dan kenyal sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan daerah yang bersangkutan
d.      Hak dasar yang melekat pada pengertian otonomi daerah adalah hak untuk memilih pemimpinnya sendiri secara bebas dan hak kepegawaian
e.       Penguatan azas desentralisasi dan pengurangan azas dekonsentrasi di kabupaten/kota

d.      Undang-Undang No 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah
            Kebijakn desentralisasi yang radikal, ternyata menimbulkan banyak masalah baru yang membuat pelaksanaan UU 22/1999 gagal mendorong kemajuan dan perubahan di daerah seperti diinginkan ketika merancang UU tersebut. Menurut Agus Dwiyanto (2008:59) ketidakpastian yang tinggi dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah karena penolakan atau ancaman penolakan laporan akuntabilitas kepala daerah, ketegangan hubungan antara KDH dan DPRD, praktik politik uang di DPRD, hilangnya hubungan yang sinerjik antara kabupaten/kota dengan provinsi. Masalah-masalah inilah yang mendorong pemerintah dan DPR untuk merevisi UU 22/1999 dan menggantikannya dengan UU no 32 tahun 2004.
            Yang membedakan kebijakan desentralisasi UU No. 32/2004 dengan UU No. 22/1999 adalah mengenai kedudukan DPRD, pemilihan kepala daerah, peran gubernur sebagai pusat di daerah.
            Kepala daerah dan anggota DPRD dipilih secara langsung oleh rakyat. Kepala daerah tidak lagi bertanggungjawab kepada DPRD karena mereka memiliki kedudukan yang setara dan keduanya bertanggungjawab kepada rakyat yang memilihnya. UU 32/2004 menempatkan gubernur sebagai wakil pemerintah pusat di daerah. Kedudukan ini berimplikasi gubernur diharapkan menjalankan fungsi pembinaan, pengawasan dan koordinasi penyelenggaraan pemerintah daerah di kabupaten/kota.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar